Sabtu, 14 Juli 2012

Senja di Terminal


Oleh: Alan Novandi
       
         Hari semakin sore, matahari pun bersiap terlelap dalam gelap. Kerumunan orang yang lalu lalang seolah sibuk dengan urusan dan tujuan masing-masing. Aku pun masih terpaku berdiri di pinggiran terminal, tempat biasa para sopir angkutan umum menurunkan dan mencari penumpang baru. Semilir angina masih berhembus menemani diriku dan segelintir orang yang juga menunggu bis tujuan masing-masing. Tampak wajah lelah yang tergambar dari mereka, begitu pun aku.
            Matahari mulai tak tampakkan sinarnya, adzan magrib pun mulai terdengar, dan senja pun mulai tak sempurna lagi. Para pengaamen jalanan masih menyanyikan lagunnya dan memainkan alat musiknya. Walaupun gelap akan datang, suasana terminal di tengah kota ini tetap tak berubah. Mungkin sama dengan sudut-sudut kota Jakarta lainnya.
            Asap yang keluar dari knalpot mobil-mobil angkutan yang terlihat tua dan lusuh turut melengkapi hiruk pikuk terminal. Suara para kenek angkutan umum pun terus terdengar saling bersahutan, seiring dengan keluar masuknya mobil-mobil angkutan umum di jalur-jalur terminal yang ada. Sampah kertas dan botol-botol bekas minuman juga terlihat berserakan, seolah melengkapi keramaian yang ada.
            Aku pun masih tetap berdiri, kerumunan orang yang mulai terlihat berhamburan memasuki bus tujuan masing-masing. Para pengamen kecil pun mulai tak terlihat, mungkin mereka turut dalam bus melanjutkan mencari uang, ataupun mungkin ada yang pulang untuk istirahat setelah seharian berkutat di jalanan. Kini yang terlihat hanya para penjual minuman dan warung-warung kecil yang bersiap membereskan dagangannya.
            Dari kejauhan terlihat bus tujuanku datang, saat mendekat akupun melambaikan tangan. Bus mulai berhenti dan aku mulai menaiki bus lusuh dan tua itu. Di tengah gelapnya kota, aku pun meninggalkan terminal, tempat yang aku tak tau kapan bisa sepi dari kerumunan orang, para pedagang, dan pengamen jalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar