Pukul
tujuh, suatu pagi yang sejuk di desaku. Matahari yang berada di ufuk timur
memancarkan cahaya melalui sela-sela daun jambu di depan rumahku. Pancaran
sinar yang biasanya tajam menyengat di siang hari bulan Agustus, sekarang
terasa hangat dan lembut. Jumat pagi yang damai, anak-anak kecil sedang bermain
di lapangan di samping rumahku. Mereka tidak pergi ke sekolah karena hari libur
sekolah di desaku adalah Jumat, bukan Minggu.
Terdengar suara gelak tawa mereka yang
begitu ceria. Dari toa masjid yang terletak kira-kira tujuh puluh meter di samping
kiri rumahku, terdengar lantunan ayat-ayat al-Quran dibaca beberapa remaja
masjid yang mengikuti kegiatan rutin tadarrus Jumat. Aku mendengarkannya sambil
duduk di teras rumah dengan perasaan tenang dan damai. Jalan kampung yang tidak
pernah sepi dari lalu-lalang kendaraan bermotor dan tidak bermotor ataupun
pejalan kaki, sekarang pun sudah mulai ramai.
Para petani laki-laki dan perempuan,
berangkat menuju ke sawah dengan giat sambil membawa peralatan serta bekal
makanan dan minuman. Para pekerja kantor dan pabrik pun memulai hari mereka
dengan penuh semangat. Burung-burung gereja berterbangan di antara dedaunan pohon
jambu. Sesekali terdengar kokok ayam jantan, suara deru motor penduduk yang
mulai berangkat kerja. “Nay, jangan duduk melamun saja di situ! Ambil sapu dan bersihkan
halaman rumah!”, seru ibuku dari belakang rumah yang membuyarkan lamunanku
tentang desa yang indah ini.
Aku pun beranjak dari dudukku dan memenuhi
panggilan Ibu. Dalam hati aku berharap suatu saat nanti aku akan mengabdi pada
desa ini dan berusaha untuk memajukannya agar tidak terkalahkan oleh
globalisasi yang sedang merajalela sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar